A.Strategi Pembelajaran Cooperative Learning (Cooperative
Learning).
Perkembangan peradaban kehidupan
manusia secara perspektif menuntut kecakapan hidup sebagaimana trend kebutuhan
dalam era kehidupan global saat ini. Interaksi kehidupan manusia terjadi secara
global, memungkinkan terjadinya banyak benturan baik yang bersifat budaya
maupun kepribadian. Budaya dan kepribadian manusia sesungguhnya banyak
dipengaruhi oleh keyakinan dan tingkat pengetahuan yang diperoleh dari proses
pendidikan. Dengan demikian, anak sepatutnya mendapatkan pendidikan tentang
budaya kehidupan global dengan bekal kemampuan interaksi dan kolaborasi yang
baik.
Strategi Pembelajaran kooperatif
adalah salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan faham konstruktivis.
Pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar dengan sejumlah siswa
sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda. Dalam
menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap siswa anggota kelompok harus saling
bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran. Dalam pembelajaran
kooperatif, belajar dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam
kelompok belum menguasai bahan pelajaran.
Salah satu strategi yang dapat
diterapkan dalam pembelajaran di kelas adalah strategi pembelajaran kooperatif.
Pembelajaran kooperatif telah dikembangkan melalui riset ilmiah diberbagai
negara di dunia, sehingga sitematikanya dapat diterapkan disemua tingkat
pendidikan dan di semua mata pelajaran termasuk Ilmu Pengetuan Alam (Biologi). Strategi
pembelajaran kooperatif telah dikembangkan dalam berbagai tipe variasi, di
antaranya adalah Think-Pair-Share, Students Teams Achievement Devition, Teams
Games-Turnament, Jigsaw, dan sebagainya. Tipe pembelajaran tersebut memiliki
penekanan yang berbeda tetapi semuanya masih dalam konsep regular dari
pembelajaran kooperatif. Misalnya, Think-Pair-Share memiliki penekanan terhadap
pengembangan kemampuan siswa menguji ide dan pemahamannya sendiri dan menerima
umpan balik. Sedangkan Teams Games-Tournament menekankan pada tanggung jawab
individu dalam berkonstribusi terhadap kesuksesan kelompok dalam suasana
kompetitif.
B.Hakikat Pembelajaran Kooperatif
Menurut Kagan (1994) pembelajaran kooperatif adalah strategi pengajaran yang
sukses di mana tim kecil, masing-masing dengan siswa dari tingkat kemampuan
yang berbeda, menggunakan berbagai aktivitas belajar untuk meningkatkan
pemahaman mereka tentang suatu subjek. Setiap anggota tim bertanggung jawab
tidak hanya untuk belajar apa yang diajarkan tetapi juga untuk membantu rekan
belajar, sehingga menciptakan suasana prestasi bersama-sama. Students work
through the assignment until all group members successfully understand and complete
it. Siswa bekerja melalui penugasan sampai semua anggota kelompok berhasil
memahami dan menyelesaikannya.
Pembelajaan kooperatif dikembangkan berdasarkan teori perkembangan kognitif
Vygotsky. Dalam teorinya, Vygotsky percaya bahwa anak aktif dalam menyusun
pengetahuan mereka. Menurut Santrock (2008), ada tiga klaim dalam inti
pandangan Vigotsky, yaitu (1) keahlian kognitif anak dapat dipahami apabila
dianalisa dan diinterpretasikan secara developmental; (2) kemampuan kognitif
dimediasi dengan kata, bahasa dan bentuk diskursus, yang berfungsi sebagai alat
psikologis untuk membantu dan mentransformasikan aktivitas mental; dan (3) kemampuan
kognitif berasal dari relasi sosial dan dipengaruhi oleh latar belakang
sosiokultural. Implementasi teori Vygotsky untuk pendidikan anak mendorong
pelaksanaan pengajaran yang menggunakan strategi pembelajaran kolaboratif atau
pembelajaran kooperatif.
Dari tinjauan psikologi belajar,
Djamarah (2008) mengemukakan bahwa belajar merupakan serangkaian kegiatan jiwa
raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil pengalaman
individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif,
afektif, dan psikomotorik. Dalam pengertian tersebut, belajar melibatkan dua
unsur penyusun tubuh manusia, yaitu jiwa dan raga. Untuk mendapatkan perubahan,
gerak raga harus sejalan dengan proses jiwa. Dengan demikian, perubahan yang
diperoleh bukanlah perubahan fisik, tetapi perubahan jiwa dengan gerakan fisik
sebagai sebab masuknya kesan-kesan baru.
Menurut Given (2007), untuk
meningkatkan efektivitas belajar, guru perlu menciptakan iklim kelas yang
kondusif bagi keamanan emosional dan hubungan pribadi untuk siswa. Guru yang
memupuk sistem emosional berfungsi sebagai mentor bagi siswa dengan menunjukkan
antusiasme yang tulus terhadap anak didik, dengan menemukan hasrat untuk
belajar, dengan membimbing mereka mewujudkan target pribadi yang masuk akal, dan
mendukung mereka dalam upaya menjadi apapun yang bisa mereka capai.
Jika pembelajaran memenuhi kriteria
ini, maka kecemasan akademis diperkecil dan sistem emosional siswa siap untuk
belajar. Kecenderungan alamiah sistem pembelajaran sosial adalah hasrat untuk
menjadi bagian dari kelompok, dihormati dan menikmati perhatian dari yang lain.
jika sistem emosioanl bersifat pribadi, berpusat pada diri dan internal, maka
sistem sosial berfokus pada interaksi dengan orang lain atau pengalaman
interpersonal.
Kebutuhan sosial siswa menuntut
sekolah dikelola menjadi komunitas pelajar, tempat guru dan siswa bisa bekerja
sama dalam pengambilan keputusan dan pemecahan masalah yang nyata. Dengan
berfokus pada kelebihan siswa dalam konteks kelas, kita menerima perbedaan
sebagai berkah individual untuk dihormati, dan bukan sebagai perbedaan yang
harus diperbaiki. Cara ini dapat memaksimalkan perkembangan sosial melalui
kerja sama tulus anta-individu, perbedaan di antara mereka justru menciptakan
petualangan kreatif dalam pemecahan masalah.
Menurut Given (2007), sistem
pembelajaran kognitif otak berhubungan dengan mendengarkan, berbicara, membaca,
menulis, dan perkembangan kecakapan akademis lainny. Sistem kognitif
mengandalkan input sensoris, dan berfungsinya perhatian, pemrosesan informasi,
dan beberapa subsistem memori secara memadai untuk mengontsruksi pengetahuan
dan kecakapan. Perhatian pada sistem kognitif menempatkan guru pada peran
fasilitator pembelajaran dan siswa pada peran pemecah masalah dan pengambil
keputusan nyata. Sistem kognitif berfungsi paling baik jika sistem lain yakni
emosional, sosial, fisik dan reflektif tidak bersaing dalam menarik perhatian.
Jika sistem emosional dan sosial tertekan, sistem kognitif kehilangan kemampuan
untuk memusatkan perhatian pada upaya mengatasi masalah dan membuat keputusan
akademis. Dengan demikian, memperoleh kecakapan dan pengetahuan menjadi
prioritas kedua dan ketiga dalam sistem operasi majemuk pikiran.
Pembelajaran juga sangat tergantung
pada kebutuhan sistem pembelajaran fisik untuk melakukan banyak hal, serta
kecenderungan siswa untuk terlibat dalam pembelajaran. Meskipun sebagian siswa
menghindari pembelajaran tactual dan kinestetik, namun siswa lain bisa
menikmati pembelajaran hanya jika modalitas ini dilibatkan. Sistem pembelajaran
fisik menyukai tugas akademik yang menantang yang mirip olah raga, dan perlu
terlibat aktif karena sistem ini tidak bisa memproses informasi secara pasif.
Sedangkan sistem pembelajaran reflektif melibatkan pertimbangan pribadi
terhadap pembelajarannya sendiri. Sistem ini menuntut siswa untuk memahami diri
sendiri, dan ini bisa dikembangkan dengan pelbagai cara pembelajaran.
Sebagai contoh, menyimpan catatan prestasi dan
interpretasi kemajuan siswa bisa menjadi petunjuk tentang sistem dan subsistem
pembelajaran yang paling efektif untuk anak tertentu. untuk mengoptimalkan
perkembangan sistem pembelajaran reflektif, otak perlu mendapatkan instruksi
eksplisit dalam pemantauan diri dan analisis kinerja. Disinilah peran guru
dalam bertindak sebagai pencari bakat yang mengenali kelebihan siswa, kemudian
membimbing dan memupuk kelebihan itu menjadi bakat nyata.
Aspek penting lain yang dapat
mempengaruhi efektivitas sistem kognitif di kelas adalah guru. Guru harus
menunjukkan minat dan memahami dengan baik kandungan materi yang diajarkan.
Jika siswa merasa bahwa guru antusias terhadap materinya, antusiasme itu
menular karena dapat mendorong hasrat kuat untuk belajar dan meraih prestasi
akademis. Guru pun harus menunjukkan penerimaan dan penghargaan terhadap siswa
berdasarkan kelebihan dan gaya belajar yang disukai masing-masing.
Pembelajaran kooperatif dirancang untuk dapat mengakomodasi kelima sistem
pembelajaran yang terdapat dalam kompleks korteks otak. Dengan rancangan
pembelajaran berkelompok dalam kelas, siswa mendapat peluang mengembangkan
kemampuan dan potensi diri melalui aktivitas individual dan kolaboratif
yang proporsional. Menurut Slavin (2008), pembelajaran kooperatif merupakan
strategi yang efektif untuk meningkatkan prestasi terutama jika disediakan
penghargaan tim atau kelompok dan tanggung jawab individual.
Penghargaan atau pengakuan diberikan
kepada kelompok sehingga anggota kelompok dapat memahami bahwa membantu orang
lain adalah demi kepentingan mereka juga. Sedangkan tanggung jawab individual
merupakan bentuk akuntabilitas individu di mana setiap orang memiliki
kontribusi yang penting bagi tim atau kelompok. Metode pembelajaran kooperatif
telah sering digunakan oleh para guru di sekolah selama bertahun-tahun dalam
bentuk kelompok laboratorium, kelompok tugas, kelompok diskusi dan
sebagainya. Namun, penelitian terakhir di Amerika dan beberapa negara
lain telah menciptakan metode-metode pembelajaran kooperatif yang sistematis
dan praktis yang ditujukan unutk digunakan sebagai elemen utama dalam pola
pengaturan di kelas.
Metode pembelajaran
kooperatif learning mempunyai manfaat-manfaat yang positif apabila diterapkan
di ruang kelas. Beberapa keuntungannya antara lain: mengajarkan siswa menjadi
percaya pada guru, kemampuan untuk berfikir, mencari informasi dari sumber lain
dan belajar dari siswa lain; mendorong siswa untuk mengungkapkan idenya secara
verbal dan membandingkan dengan ide temannya; dan membantu siswa belajar
menghormati siswa yang pintar dan siswa yang lemah, juga menerima perbedaan ini
[4].
Ironisnya, model pembelajaran kooperatif belum banyak diterapkan dalam
pendidikan walaupun orang Indonesia sangat membanggakan sifat gotong royong
dalam kehidupan bermasyarakat [5].
Model pembelajaran Cooperative
Learning merupakan salah satu model pembelajaran yang mendukung pembelajaran
kontekstual. Sistem pengajaran Cooperative Learning dapat didefinisikan sebagai
sistem kerja/ belajar kelompok yang terstruktur. Yang termasuk di dalam
struktur ini adalah lima unsur pokok (Johnson & Johnson, 1993), yaitu
saling ketergantungan positif, tanggung jawab individual, interaksi personal,
keahlian bekerja sama, dan proses kelompok.
Falsafah yang mendasari pembelajaran
Cooperative Learning (pembelajaran gotong royong) dalam pendidikan adalah “homo
homini socius” yang menekankan bahwa manusia adalah makhluk sosial.Cooperative
Learning adalah suatu strategi belajar mengajar yang menekankan pada sikap atau
perilaku bersama dalam bekerja atau membantu di antara sesama dalam struktur
kerjasama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang atau
lebih.Pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang
berdasarkan faham konstruktivis. Pembelajaran kooperatif merupakan strategi
belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat
kemampuannya berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap siswa
anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk memahami
materi pelajaran. Dalam pembelajaran kooperatif, belajar dikatakan belum
selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan pelajaran.
Menurut Anita Lie dalam bukunya
“Cooperative Learning”, bahwa model pembelajaran Cooperative Learning tidak
sama dengan sekadar belajar kelompok, tetapi ada unsur-unsur dasar yang
membedakannya dengan pembagian kelompok yang dilakukan asal-asalan. Roger dan
David Johnson mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap
Cooperative Learning, untuk itu harus diterapkan lima prinsip-prinsip pembelajaran kooperatif, yaitu :
1. Saling ketergantungan positif.
Keberhasilan suatu karya sangat
bergantung pada usaha setiap anggotanya. Untuk menciptakan kelompok kerja yang
efektif, pengajar perlu menyusun tugas sedemikian rupa sehingga setiap anggota
kelompok harus menyelesaikan tugasnya sendiri agar yang lain dapat mencapai
tujuan mereka.
2. Tanggung jawab perseorangan.
Jika tugas dan pola penilaian dibuat
menurut prosedur model pembelajaran Cooperative Learning, setiap siswa akan
merasa bertanggung jawab untuk melakukan yang terbaik. Pengajar yang efektif
dalam model pembelajaran Cooperative Learning membuat persiapan dan menyusun
tugas sedemikian rupa sehingga masing-masing anggota kelompok harus
melaksanakan tanggung jawabnya sendiri agar tugas selanjutnya dalam kelompok bisa
dilaksanakan.
3. Tatap muka.
Dalam pembelajaran Cooperative
Learning setiap kelompok harus diberikan kesempatan untuk bertatap muka dan
berdiskusi. Kegiatan interaksi ini akan memberikan para pembelajar untuk
membentuk sinergi yang menguntungkan semua anggota. Inti dari sinergi ini
adalah menghargai perbedaan, memanfaatkan kelebihan, dan mengisi kekurangan.
4. Komunikasi antar anggota.
Unsur ini menghendaki agar para
pembelajar dibekali dengan berbagai keterampilan berkomunikasi, karena
keberhasilan suatu kelompok juga bergantung pada kesediaan para anggotanya
untuk saling mendengarkan dan kemampuan mereka untuk mengutarakan pendapat
mereka. Keterampilan berkomunikasi dalam kelompok juga merupakan proses
panjang. Namun, proses ini merupakan proses yang sangat bermanfaat dan perlu
ditempuh untuk memperkaya pengalaman belajar dan pembinaan perkembangan mental
dan emosional para siswa.
5. Evaluasi proses kelompok.
Pengajar perlu menjadwalkan waktu
khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja
sama mereka agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih efektif.Urutan
langkah-langkah perilaku guru menurut model pembelajaran kooperatif yang
diuraikan oleh Arends (1997) adalah sebagaimana terlihat pada table berikut ini
C. Tujuan Pembelajaran Cooperative Learning
Tujuan pembelajaran kooperatif
berbeda dengan kelompok konvensional yang menerapkan sistem kompetisi, di mana
keberhasilan individu diorientasikan pada kegagalan orang lain. Sedangkan
tujuan dari pembelajaran kooperatif adalah menciptakan situasi di mana
keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan kelompoknya
(Slavin, 1994).
Model pembelajaran kooperatif
dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran penting
yang dirangkum oleh Ibrahim, et al. (2000), yaitu:
1. Hasil belajar akademik
Dalam belajar kooperatif meskipun
mencakup beragam tujuan sosial, juga memperbaiki prestasi siswa atau
tugas-tugas akademis penting lainnya. Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini
unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep sulit. Para pengembang model
ini telah menunjukkan bahwa model struktur penghargaan kooperatif telah dapat
meningkatkan nilai siswa pada belajar akademik dan perubahan norma yang
berhubungan dengan hasil belajar. Di samping mengubah norma yang berhubungan
dengan hasil belajar, pembelajaran kooperatif dapat memberi keuntungan baik
pada siswa kelompok bawah maupun kelompok atas yang bekerja bersama
menyelesaikan tugas-tugas akademik.
2. Penerimaan terhadap perbedaan individu
Tujuan lain model pembelajaran
kooperatif adalah penerimaan secara luas dari orang-orang yang berbeda
berdasarkan ras, budaya, kelas sosial, kemampuan, dan ketidakmampuannya.
Pembelajaran kooperatif memberi peluang bagi siswa dari berbagai latar belakang
dan kondisi untuk bekerja dengan saling bergantung pada tugas-tugas akademik
dan melalui struktur penghargaan kooperatif akan belajar saling menghargai satu
sama lain.
3. Pengembangan keterampilan sosial
Tujuan penting ketiga pembelajaran
kooperatif adalah, mengajarkan kepada siswa keterampilan bekerja sama dan
kolaborasi. Keterampilan-keterampilan sosial, penting dimiliki oleh siswa sebab
saat ini banyak anak muda masih kurang dalam keterampilan sosial.
Dalam pelaksanaan pembelajaran di
sekolah tidaklah selalu berjalan dengan mulus meskipun rencana telah dirancang
sedemikian rupa. Hal-hal yang dapat menghambat proses pembelajaran terutama
dalam penerapan model pembelajaran Cooperative Learning diantaranya adalah
sebagai berikut :
- Kurangnya pemahaman guru mengenai penerapan pembelajaran Cooperative Learning.
- Jumlah siswa yang terlalu banyak yang mengakibatkan perhatian guru terhadap proses pembelajaran relatif kecil sehingga yang hanya segelintir orang yang menguasai arena kelas, yang lain hanya sebagai penonton.
- Kurangnya sosialisasi dari pihak terkait tentang teknik pembelajaran Cooperative Learning.
- Kurangnya buku sumber sebagai media pembelajaran.
- Terbatasnya pengetahuan siswa akan sistem teknologi dan informasi yang dapat mendukung proses pembelajaran.
Agar pelaksanaan pembelajaran Cooperative Learning
dapat berjalan dengan baik, maka upaya yang harus dilakukan adalah sebagai
berikut :
- Guru senantiasa mempelajari teknik-teknik penerapan model pembelajaran Cooperative Learning di kelas dan menyesuaikan dengan materi yang akan diajarkan.
- Pembagian jumlah siswa yang merata, dalam artian tiap kelas merupakan kelas heterogen.
- Diadakan sosialisasi dari pihak terkait tentang teknik pembelajaran Cooperative Learning.
- Meningkatkan sarana pendukung pembelajaran terutama buku sumber.
- Mensosialisasikan kepada siswa akan pentingnya sistem teknologi dan informasi yang dapat mendukung proses pembelajaran.
D. Karakteristik
pembelajaran kooperatif learning
1.
Pembelajaran
secara tim
Tim merupakan tempat untuk mencapai tujuan, oleh
karena itu tim harus mampu membuat siswa untuk belajar.
2.
Didasarka
pada menajemen kooperatif
Menajemen mempunyai 4 fungsi pokok, yaitu : fungsi
perencanaan, organisasi, pelaksanaan dan control.
3.
Kemauan
untuk bekerja sama
Keberhasilan pembelajaran kooperatifditentukan oleh
keberhasilan secara kelompok.
4.
Keterampilan
bersama
Siswa perlu didorong untuk mau dan sanggup
berinteraksi dan berkomunikasi dengan anggota lain.
E.Prosedur pembelajaran
kooperatif
1.
Penjelasan materi
Sebagai proses penyampaian
pokok-pokok materi pelajaran sebelum siswa belajar dalam kelompok.
2. Belajar dalam kelompok
Setelah
guru menjelaskan gambaran umum tentang pokok pelajaran, selanjutnya siswa
diminta untuk belajar pada kelompoknya masing-masing.
3. Penilaian
Penilaian
dalam SPK bisa dilakukan dengan tes atau kuis.
4.Pengakuan tim
Adalah
penetapan tim yang dianggap saling menonjol atau tim paling berprestasi untuk
kemudian diberikan penghargaan atau hadiah.
F.Keunggulan dan kelemahan
SPK
·
Siswa
dapat menambah kemampuan berpikir sendiri.
·
Dapat
mengembangkan idea tau gagasan dari siswa itu sendiri.
·
Dapat
membantu anak didik untuk respek terhadap orang lain.
·
Memberdayakan
siswa untuk lebih bertanggung jawab.
·
Meningkatkan
prestasi akademik siswa.
·
Dapat
merangsang siswa untuk melakukan umpan balik.
·
Dapat
meningkatkan motivasi siswa.
Kelemahan dari SPK, yaitu :
·
Butuh
waktu untuk memahami dan mengerti filosofis SPK.
·
Jika
tanpa peer teaching yang efektif, maka pelajaran sulit dipahami.
·
Penilaian
nya didasarkan atas hasil kerja kelompok
·
Memerlukan
waktu yang lama untuk mengembangkan kesadaran kelompok.
0 komentar:
Posting Komentar